Majapahit Menjajah Tanah Dayak (NAN SARUNAI USAK JAWA) Part 1
Tulisan ini hanya untuk agar kita semua sebagai generasi dayak tau sejarah para leluhur kita
NAN SARUNAI USAK JAWA
Majapahit Menjajah Tanah Dayak
Kedatangan orang-orang Majapahit ke Tanjung Negara atau Pulau Kalimantan untuk melaksanakan penaklukan diyakini terjadi dalam beberapa gelombang agresi. Ekspedisi pertama dilaksanakan semasa kekuasaan Raja Kertanegara setelah tahun 1280. Ekspedisi lanjutan dan yang paling dahsyat terjadi berkali-kali pasca Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada dimasa kekuasaan Maharaja Tribhuwanottunggadewi setelah tahun 1331. Kemudian agresi-agresi aktif militer Majapahit terus-menerus dilakukan dibawah Maharaja Hayam Wuruk (lahir tahun 1331) dengan bantuan penuh Mahapatih Hamangkubhumi Gajah Mada. Akhirnya, Kerajaan Majapahit berhasil mencapai puncak kejayaan setelah “bersatunya” seluruh kerajaan-kerajaan di Nusantara dan Asia Tenggara. Kemudian politik Nusantara ini berakhir tahun 1357 tatkala terjadinya peristiwa Bubat.
“Kerajaan Hindu yang berdiri pertama kali di Kalimantan ialah Kutai, waktu itu bernama Tanjung Kute, kira-kira pada tahun 400. Peninggalan Kerajaan Hindu di Kutai meliputi sejumlah barang kesenian yang terdapat dalam Goa Kumbeng, Kotabangun dan Muara Kaman (Sangkulirang). Menurut tulisan dalam barang itu menunjukkan berasal dari masa Raja Mulawarman anak Aqwawarman, cucu Kudungga. Batu kesenian ini sekarang tersimpan di Gedung Gajah Jakarta dan menurut penyelidikan para ahli nyatalah bahwa batu itu merupakan batu tertua peninggalan Hindu di Indonesia.
Ketika kerajaan Hindu berkembang diseluruh kepulauan Indonesia hingga kemasa Kerajaan Hindu-Majapahit, pulau Kalimantan tidak terlewatkan oleh pengaruh Hinduisme, dimana waktu itu Kalimantan masih bernama Tanjung Negara. Kerajaan Hindu masuk menduduki Kalimantan kira-kira tahun 1350 pada masa Hindu-Majapahit. Andayaningrat yang bergelar Ratu Penggir berlayar dengan kapal dan tentaranya untuk menaklukkan beberapa tempat di seluruh Indonesia, seperti Makassar, Gowa, Banggawai, Salaya, Bantian (Selebesi), Sumbawa, Flores, Timor, Ceram, Ternate, Brunei, Jambi, Riau, Lingga, Pasai, Udung, Tanah Semenanjung, Malaka, Mempawah, Sukadana, Pasir, Pulau Laut, Sebuku, Banjarmasin, Pontianak, Sambas, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pada antara tahun 1300-1400 di Kalimantan ada beberapa tempat yang telah dimasuki Hindu tetapi bercampur dengan peradaban Jawa disebabkan oleh Kerajaan Majapahit. Dalam abad ke-14 (1365) sebagian daerah yang telah ditaklukkan Majapahit adalah Kotawaringin, Sampit, Katingan, Kapuas dan Banjarmasin yang beribukota di Tanjungpura (terletak di sungai Pawan, Ulu Matan, Kalimantan Barat). Tanjung Pura dimasuki oleh Kerajaan Hindu kurang lebih sejak tahun 1200, yaitu sebelah selatan Sukadana, Sebuku, Pulau Laut, Pasir, Kutai, Berau (atau seluruh Kalimantan bagian selatan dan timur).
Kerajaan Hindu Majapahit masuk menduduki Kalimantan bagian selatan dan timur, meliputi Kotawaringin tahun 1350, Sampit tahun 1350, Sungai Barito tahun 1350, Munir (Pulau Laut) tahun 1350, Sawaku (Sebuku) tahun 1350, Tabalong tahun 1350, Pasir tahun 1350, Tanjung Kute tahun 1350, Muara Kaman (Sangkulirang) tahun 1400 dan Berau tahun 1350. Peninggalan yang dapat dijumpai adalah Candi Laras di Margasari, Candi Agung di Amuntai dan batu kesenian di Muara Kaman, Gunung Kumbang dan Kota Bangun (Sangkulirang).
Tampaknya kedatangan kerajaan Hindu-Majapahit di Kalimantan berturut-turut dimulai dari sepanjang pantainya, baru kemudian masuk ke pedalaman. Di tanah Barito mereka menggunakan kapal-kapal masuk melalui sungai Barito, mendirikan negara dan rumah-rumah pemukiman. Mereka berlabuh di pulau yang mereka sebut Ampu Jatmika, Pulau Hujong Tanah (Kalimantan?) dan terus mudik melalui sungai Barito (Murung). Seorang mualim atau Pandita Hindu melarang Laksamana mengambil jalan sebelah kiri karena takut kepada suku Dayak. Karenanya mereka masuk melalui sebelah kanan, disitu merupakan tempat yang baik.
Hikayat Lambung Mangkurat yang terkenal di Kalimantan Selatan menceriterakan bahwa seperangkat kapal layar dari Keling dibawah pimpinan Empu Jatmika datang di pulau Hujung Tanah (Kalimantan). Mula-mula disatu pemberhentian mendirikan Candi Laras di Margasari. Kemudian sebagian rombongan lainnya terus mudik dan mendarat di tanah yang “panas dan harum baunya” lalu mendirikan Candi Agung dan Kerajaan Kuripan Jaya (Negara Dipa-Hindu). Bekas-bekas bangunan batu bata Candi Agung dan lainnya masih terdapat disudut kota Amuntai sekarang. Berdirinya kerajaan ini kira-kira pada zaman Gajah Mada-Majapahit atau mungkin zaman akhir kerajaan Singhasari (1300-1400).
Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat) anak Empu Jatmika terkenal sebagai pembina utama kerajaan ini. Keturunannyalah kemudian yang menurunkan raja-raja Banjar-Martapura sejak tahun 1600 hingga berakhir pada zaman Belanda tahun 1860. Konon kabarnya Candi Agung sebagai peninggalan zaman Hindu di Amuntai masih utuh sampai zaman Islam permulaan tahun 1600, dan kemudian dihancurkan Belanda*7) ketika mereka dapat menduduki Amuntai akhir 1800. Kerajaan Banjar masuk Islam dengan bantuan Kerajaan Demak tahun 1600.*8)
Ketika Kerajaan Hindu-Majapahit diperintah oleh Raja Brawijaya putera Angka Wijaya, saat itulah kerajaan mengalami keruntuhan. Raja yang merobohkan Kerajaan Majapahit ialah Raden Patah dengan delapan orang menterinya, yaitu Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Ngundung dan Sunan Demak. Mulai saat itulah agama Islam tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan runtuhnya kerajaan Majapahit maka berkembanglah Kerajaan Islam Banjarmasin tahun 1540, Kerajaan Islam Kotawaringin tahun 1620, Kerajaan Pasir (Tanah Grogot) tahun 1600, Kerajaan Kutai tahun 1600, Berau dan Bulungan tahun 1700, Pontianak tahun 1450, Matan tahun 1743 dan Mempawah tahun 1750.*9)
Pada mulanya kerajaan Hindu berperang dengan kerajaan-kerajaan Islam, terutama Kerajaan Hindu Candi Laras, Candi Agung, Tanjung Pura dan lain-lain. Tetapi karena rakyat semakin banyak memeluk agama Islam termasuk sebagian rakyat Dayak di pantai-pantai, akhirnya Kerajaan Hindu menyerah. Rakyat Dayak yang telah masuk Islam sering disebut sebagai Dayak Melayu dan kebanyakan berdomisili di Kuala Kapuas, Tumpung Laung (Barito) dan dibeberapa Kampung Melayu lainnya. Sebenarnya mereka tetap suku Dayak, hanya saja sudah beragama Islam.*10)
NAN SARUNAI USAK JAWA
Majapahit Menjajah Tanah Dayak
Kedatangan orang-orang Majapahit ke Tanjung Negara atau Pulau Kalimantan untuk melaksanakan penaklukan diyakini terjadi dalam beberapa gelombang agresi. Ekspedisi pertama dilaksanakan semasa kekuasaan Raja Kertanegara setelah tahun 1280. Ekspedisi lanjutan dan yang paling dahsyat terjadi berkali-kali pasca Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada dimasa kekuasaan Maharaja Tribhuwanottunggadewi setelah tahun 1331. Kemudian agresi-agresi aktif militer Majapahit terus-menerus dilakukan dibawah Maharaja Hayam Wuruk (lahir tahun 1331) dengan bantuan penuh Mahapatih Hamangkubhumi Gajah Mada. Akhirnya, Kerajaan Majapahit berhasil mencapai puncak kejayaan setelah “bersatunya” seluruh kerajaan-kerajaan di Nusantara dan Asia Tenggara. Kemudian politik Nusantara ini berakhir tahun 1357 tatkala terjadinya peristiwa Bubat.
“Kerajaan Hindu yang berdiri pertama kali di Kalimantan ialah Kutai, waktu itu bernama Tanjung Kute, kira-kira pada tahun 400. Peninggalan Kerajaan Hindu di Kutai meliputi sejumlah barang kesenian yang terdapat dalam Goa Kumbeng, Kotabangun dan Muara Kaman (Sangkulirang). Menurut tulisan dalam barang itu menunjukkan berasal dari masa Raja Mulawarman anak Aqwawarman, cucu Kudungga. Batu kesenian ini sekarang tersimpan di Gedung Gajah Jakarta dan menurut penyelidikan para ahli nyatalah bahwa batu itu merupakan batu tertua peninggalan Hindu di Indonesia.
Ketika kerajaan Hindu berkembang diseluruh kepulauan Indonesia hingga kemasa Kerajaan Hindu-Majapahit, pulau Kalimantan tidak terlewatkan oleh pengaruh Hinduisme, dimana waktu itu Kalimantan masih bernama Tanjung Negara. Kerajaan Hindu masuk menduduki Kalimantan kira-kira tahun 1350 pada masa Hindu-Majapahit. Andayaningrat yang bergelar Ratu Penggir berlayar dengan kapal dan tentaranya untuk menaklukkan beberapa tempat di seluruh Indonesia, seperti Makassar, Gowa, Banggawai, Salaya, Bantian (Selebesi), Sumbawa, Flores, Timor, Ceram, Ternate, Brunei, Jambi, Riau, Lingga, Pasai, Udung, Tanah Semenanjung, Malaka, Mempawah, Sukadana, Pasir, Pulau Laut, Sebuku, Banjarmasin, Pontianak, Sambas, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pada antara tahun 1300-1400 di Kalimantan ada beberapa tempat yang telah dimasuki Hindu tetapi bercampur dengan peradaban Jawa disebabkan oleh Kerajaan Majapahit. Dalam abad ke-14 (1365) sebagian daerah yang telah ditaklukkan Majapahit adalah Kotawaringin, Sampit, Katingan, Kapuas dan Banjarmasin yang beribukota di Tanjungpura (terletak di sungai Pawan, Ulu Matan, Kalimantan Barat). Tanjung Pura dimasuki oleh Kerajaan Hindu kurang lebih sejak tahun 1200, yaitu sebelah selatan Sukadana, Sebuku, Pulau Laut, Pasir, Kutai, Berau (atau seluruh Kalimantan bagian selatan dan timur).
Kerajaan Hindu Majapahit masuk menduduki Kalimantan bagian selatan dan timur, meliputi Kotawaringin tahun 1350, Sampit tahun 1350, Sungai Barito tahun 1350, Munir (Pulau Laut) tahun 1350, Sawaku (Sebuku) tahun 1350, Tabalong tahun 1350, Pasir tahun 1350, Tanjung Kute tahun 1350, Muara Kaman (Sangkulirang) tahun 1400 dan Berau tahun 1350. Peninggalan yang dapat dijumpai adalah Candi Laras di Margasari, Candi Agung di Amuntai dan batu kesenian di Muara Kaman, Gunung Kumbang dan Kota Bangun (Sangkulirang).
Tampaknya kedatangan kerajaan Hindu-Majapahit di Kalimantan berturut-turut dimulai dari sepanjang pantainya, baru kemudian masuk ke pedalaman. Di tanah Barito mereka menggunakan kapal-kapal masuk melalui sungai Barito, mendirikan negara dan rumah-rumah pemukiman. Mereka berlabuh di pulau yang mereka sebut Ampu Jatmika, Pulau Hujong Tanah (Kalimantan?) dan terus mudik melalui sungai Barito (Murung). Seorang mualim atau Pandita Hindu melarang Laksamana mengambil jalan sebelah kiri karena takut kepada suku Dayak. Karenanya mereka masuk melalui sebelah kanan, disitu merupakan tempat yang baik.
Hikayat Lambung Mangkurat yang terkenal di Kalimantan Selatan menceriterakan bahwa seperangkat kapal layar dari Keling dibawah pimpinan Empu Jatmika datang di pulau Hujung Tanah (Kalimantan). Mula-mula disatu pemberhentian mendirikan Candi Laras di Margasari. Kemudian sebagian rombongan lainnya terus mudik dan mendarat di tanah yang “panas dan harum baunya” lalu mendirikan Candi Agung dan Kerajaan Kuripan Jaya (Negara Dipa-Hindu). Bekas-bekas bangunan batu bata Candi Agung dan lainnya masih terdapat disudut kota Amuntai sekarang. Berdirinya kerajaan ini kira-kira pada zaman Gajah Mada-Majapahit atau mungkin zaman akhir kerajaan Singhasari (1300-1400).
Lambung Mangkurat (Lembu Mangkurat) anak Empu Jatmika terkenal sebagai pembina utama kerajaan ini. Keturunannyalah kemudian yang menurunkan raja-raja Banjar-Martapura sejak tahun 1600 hingga berakhir pada zaman Belanda tahun 1860. Konon kabarnya Candi Agung sebagai peninggalan zaman Hindu di Amuntai masih utuh sampai zaman Islam permulaan tahun 1600, dan kemudian dihancurkan Belanda*7) ketika mereka dapat menduduki Amuntai akhir 1800. Kerajaan Banjar masuk Islam dengan bantuan Kerajaan Demak tahun 1600.*8)
Ketika Kerajaan Hindu-Majapahit diperintah oleh Raja Brawijaya putera Angka Wijaya, saat itulah kerajaan mengalami keruntuhan. Raja yang merobohkan Kerajaan Majapahit ialah Raden Patah dengan delapan orang menterinya, yaitu Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati, Sunan Kudus, Ngundung dan Sunan Demak. Mulai saat itulah agama Islam tersebar di seluruh Indonesia.
Dengan runtuhnya kerajaan Majapahit maka berkembanglah Kerajaan Islam Banjarmasin tahun 1540, Kerajaan Islam Kotawaringin tahun 1620, Kerajaan Pasir (Tanah Grogot) tahun 1600, Kerajaan Kutai tahun 1600, Berau dan Bulungan tahun 1700, Pontianak tahun 1450, Matan tahun 1743 dan Mempawah tahun 1750.*9)
Pada mulanya kerajaan Hindu berperang dengan kerajaan-kerajaan Islam, terutama Kerajaan Hindu Candi Laras, Candi Agung, Tanjung Pura dan lain-lain. Tetapi karena rakyat semakin banyak memeluk agama Islam termasuk sebagian rakyat Dayak di pantai-pantai, akhirnya Kerajaan Hindu menyerah. Rakyat Dayak yang telah masuk Islam sering disebut sebagai Dayak Melayu dan kebanyakan berdomisili di Kuala Kapuas, Tumpung Laung (Barito) dan dibeberapa Kampung Melayu lainnya. Sebenarnya mereka tetap suku Dayak, hanya saja sudah beragama Islam.*10)
Comments
Post a Comment